Wednesday, April 17, 2013

Cita Rasa Korupsi Masih Menjadi Menu Utama Pejabat Negeri


Jika kita masuk ke sebuah rumah makan, tentu saja setiap orang akan memesan menu yang berbeda-beda sesuai dengan menu pavoritnya. Ada yang memilih daging, ikan, atau sayur mayur. Menu pavorit memang selalu membangkitkan selera makan kita.
Lalu bagaimana dengan para pejabat negeri ini? Rupanya cita rasa korupsi
masal membuat mereka tak mampu berpaling kelain hati. Rasa lapar mereka imbaskan pada menu yang satu ini, meski resiko dan jaminannya sangat mahal tak membuat para tikus berdasi ini jera. Berbagai cara mereka lakukan. Tuhan sudah tak mereka perhitungkan. Jika itu sudah mereka abaikan bisa jadi “Tak ada Tuhan, Setanpun jadi”.
Memang tak semua pejabat begitu. Namun rasanya kedua bola mata ini tak pernah kecolongan pemandangan kasus korupsi disana-sini. Rubrik politik di media massa menjadi ruang langganan khusus edisi warga baru sel jeruji ini. Dari pejabat atas hingga antek-antek pejabat daerah tak luput mencicipi lezatnya kaldu instan korupsi. Korupsi terus berjalan, menjalar, membabi buta. Inikah Indonesia?
Saya yakin, anda tentu tak akan lupa dengan Gayus Tambunan, seorang tersangka kasus korupsi perpajakan, pencucian uang, sekaligus pemalsuan pasport. Saya juga yakin Anda sedang disuguhi informasi mengenai Toto Hutagalung dan Hakim Setyabudhi yang kepincut kasus Bantuan Sosial, atau mungkin yang baru di angkat di kawah media massa yaitu Bupati Bogor dan antek-anteknya yang kasusnya tak jauh berada dalam ruang lingkup korupsi.
Itu fakta. Bukan rakyat jelata sebenarnya yang menjadi hambatan pembangunan di negeri ini. Tapi sebaliknya mereka para tikus penguasa yang tak bermoral lah yang patut dicap racun negara. Kasus diatas hanya sebagian saja, setidaknya itu yang diangkat media. Apa sebenarnya yang menyebabkan mereka melakukan tindakan tak terpuji itu? Bukannya mereka orang-orang yang dipilih dan terpilih? Orang-orang pintar dan bernalar? .
Penyebab Orang Korupsi  
Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Lukman Hakim mengatakan ada 4 faktor penyebab seseorang melakukan korupsi, sebagaimana dikutip dalam REPUBLIKA.CO.ID. Keempat faktor tersebut ialah faktor kebutuhan, tekanan, kesempatan dan rasionalisasi.
Saya sepakat dengan apa yang disamapaikan oleh Lukman Hakim dalam hal ini. Dewasa ini manusia tengah menghadapi kehidupan material yang sangat menonjol. Pengaruh kapitalistik juga berperan dalam hal ini. Seseorang yang memiliki modal dan kekayaan melimpah akan dianggap sebagai orang yang berhasil. Faktor kebutuhan sudah tak lagi melihat pada aspek kebutuhan primer, namun saat ini manusia sudah menjadikan kebutuhan sekunder dan seterusnya dalam cakupan primer. Jika ini terjadi maka tentu saja setiap orang akan berjuang dengan berbagai cara demi terpenuhinya kebutuhan tersebut. Termasuk melakukan korupsi.
Kemudian bisa saja seseoang melakukan tindak pidana yang merugikan negara ini dilatar belakangi oleh tekanan orang lain. Namun hal ini jarang terjadi di indonesia. Dua faktor lainnya yaitu kesempatan dan rasionalisasi, dua hal tersebut saya kira juga tak bisa dipungkiri dari terjadinya tindakan korupsi yang dilakukan seseorang. Sebuah kesempatan bisa datang kapan saja. Tak terkecuali saat seseorang menduduki sebuah jabatan, kesempatan mereka untuk bertindak sewenang-wenang lebih leluasa. Termasuk memanipulasi segala cara demi mengeruk uang negara.
Cegah Korupsi !
Apakah kasus korupsi di negeri ini akan tetap dibiarkan kronis? Akankah korupsi menjadi satu identitas para pemimpin kita? Tentu saja hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Tak akan sudi rasanya jika sang merah putih sebagai lambang keberanian dan kesucian bangsa ini di corat-coret oleh kotoran-kotoran tikus berdasi.
Ada beberapa hal sekiranya bisa membantu kasus korupsi berkurang di Indonesia :
1.      Penegakan hukum benar-benar ditegakan dan cepat dalam penuntasannya
Saat ini mungkin masyarakat melihat banyak oknum pejabat yang dijerat hukum karena kasus korupsi. Seakan-akan pemerintah memang sangat gesti dalam menangani kasus tersebut. Jika demikian mengapa masih saja ada penanganan kasus korupsi yang lambat dan tidak tuntas?. Kasus yang sempat mengguncang dunia perekonomian Indonesia Century misalnya yang saat ini entah menghilang tanpa penyelesaian. Lalu bagaimana dengan kasus dugaan korupsi di Fakultas Hukum Unsrat yang ditangani oleh penyidik tipikor Polda Sulut yang cakupannya regional. Sampai saat ini pun masih belum terselesaikan.

2.      KPK, Kejaksaan dan Polri harus bekerjasama
Bagi KPK mendapatkan kepercayaan dari masyarakat mungkin sudah agak bisa didapatkan. Namun bagi kedua lembaga lainnya yaitu Kejaksaan dan Polri rupanya mereka harus banting tulang demi mendapatkan kepercayaan masyarakat. Jika mendapatkan kepercayaan masyarakat saja sudah tidak bisa, bagaimana masyarakat akan percaya kedua lembaga tersebut ikut andil dalam penanganan korupsi. Yang ada media malah memberitakan petinggi salah satu kejaksaan di Bandung yang kepincut kasus korupsi. Seharusnya ketiga lembaga di atas mampu bekerjasama dan mampu mendapatkan kepercayaan dari masyarakat demi tercapainya pemberantasan korupsi yang optimal.

3.       Tingkatkan Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi
Poin ke tiga ini memang sudah pernah disinggung oleh KPK dalam websitenya (www.kpk.go.id) . namun saya rasakan pendidikan dan budaya anti korupsi di indonesia masih kurang terasa realisasinya.  Harus ada peningkatan tentunya. Pengenalan anti korupsi tidak hanya harus disosialisasikan ole lembaga berwenang, seperti KPK, Kejaksaan dan Polri saja. Namun ketiga lembaga tersebut harus mampu menjalin koordinasi yang baik dengan pihak lain, dalam bidang pendidikan salah satunya.

1 comments:

  1. coba font nya dirapihin, brad. biar enak dipandang, ^_^

    nitip jejak dulu ya, nanti kubaca artikelnya. hihi

    ReplyDelete