Jika kita masuk ke
sebuah rumah makan, tentu saja setiap orang akan memesan menu yang berbeda-beda
sesuai dengan menu pavoritnya. Ada yang memilih daging, ikan, atau sayur mayur.
Menu pavorit memang selalu membangkitkan selera makan kita.
Lalu bagaimana dengan
para pejabat negeri ini? Rupanya cita rasa korupsi
masal membuat mereka tak
mampu berpaling kelain hati. Rasa lapar mereka imbaskan pada menu yang satu
ini, meski resiko dan jaminannya sangat mahal tak membuat para tikus berdasi
ini jera. Berbagai cara mereka lakukan. Tuhan sudah tak mereka perhitungkan.
Jika itu sudah mereka abaikan bisa jadi “Tak ada Tuhan, Setanpun jadi”.
Memang tak semua
pejabat begitu. Namun rasanya kedua bola mata ini tak pernah kecolongan
pemandangan kasus korupsi disana-sini. Rubrik politik di media massa menjadi
ruang langganan khusus edisi warga baru sel jeruji ini. Dari pejabat atas
hingga antek-antek pejabat daerah tak luput mencicipi lezatnya kaldu instan
korupsi. Korupsi terus berjalan, menjalar, membabi buta. Inikah Indonesia?
Saya yakin, anda tentu
tak akan lupa dengan Gayus Tambunan, seorang tersangka kasus korupsi
perpajakan, pencucian uang, sekaligus pemalsuan pasport. Saya juga yakin Anda
sedang disuguhi informasi mengenai Toto Hutagalung dan Hakim Setyabudhi yang
kepincut kasus Bantuan Sosial, atau mungkin yang baru di angkat di kawah media
massa yaitu Bupati Bogor dan antek-anteknya yang kasusnya tak jauh berada dalam
ruang lingkup korupsi.
Itu fakta. Bukan rakyat
jelata sebenarnya yang menjadi hambatan pembangunan di negeri ini. Tapi sebaliknya
mereka para tikus penguasa yang tak bermoral lah yang patut dicap racun negara.
Kasus diatas hanya sebagian saja, setidaknya itu yang diangkat media. Apa sebenarnya
yang menyebabkan mereka melakukan tindakan tak terpuji itu? Bukannya mereka
orang-orang yang dipilih dan terpilih? Orang-orang pintar dan bernalar? .
Penyebab
Orang Korupsi
Auditor Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) RI, Lukman Hakim mengatakan ada 4 faktor penyebab seseorang
melakukan korupsi, sebagaimana dikutip dalam REPUBLIKA.CO.ID. Keempat faktor
tersebut ialah faktor kebutuhan, tekanan, kesempatan dan rasionalisasi.
Saya sepakat dengan apa
yang disamapaikan oleh Lukman Hakim dalam hal ini. Dewasa ini manusia tengah
menghadapi kehidupan material yang sangat menonjol. Pengaruh kapitalistik juga
berperan dalam hal ini. Seseorang yang memiliki modal dan kekayaan melimpah
akan dianggap sebagai orang yang berhasil. Faktor kebutuhan sudah tak lagi melihat
pada aspek kebutuhan primer, namun saat ini manusia sudah menjadikan kebutuhan
sekunder dan seterusnya dalam cakupan primer. Jika ini terjadi maka tentu saja
setiap orang akan berjuang dengan berbagai cara demi terpenuhinya kebutuhan
tersebut. Termasuk melakukan korupsi.
Kemudian bisa saja
seseoang melakukan tindak pidana yang merugikan negara ini dilatar belakangi
oleh tekanan orang lain. Namun hal ini jarang terjadi di indonesia. Dua faktor
lainnya yaitu kesempatan dan rasionalisasi, dua hal tersebut saya kira juga tak
bisa dipungkiri dari terjadinya tindakan korupsi yang dilakukan seseorang.
Sebuah kesempatan bisa datang kapan saja. Tak terkecuali saat seseorang menduduki
sebuah jabatan, kesempatan mereka untuk bertindak sewenang-wenang lebih
leluasa. Termasuk memanipulasi segala cara demi mengeruk uang negara.
Cegah
Korupsi !
Apakah kasus korupsi di
negeri ini akan tetap dibiarkan kronis? Akankah korupsi menjadi satu identitas
para pemimpin kita? Tentu saja hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Tak
akan sudi rasanya jika sang merah putih sebagai lambang keberanian dan kesucian
bangsa ini di corat-coret oleh kotoran-kotoran tikus berdasi.
Ada beberapa hal
sekiranya bisa membantu kasus korupsi berkurang di Indonesia :
1. Penegakan hukum benar-benar
ditegakan dan cepat dalam penuntasannya
Saat
ini mungkin masyarakat melihat banyak oknum pejabat yang dijerat hukum karena
kasus korupsi. Seakan-akan pemerintah memang sangat gesti dalam menangani kasus
tersebut. Jika demikian mengapa masih saja ada penanganan kasus korupsi yang
lambat dan tidak tuntas?. Kasus yang sempat mengguncang dunia perekonomian
Indonesia Century misalnya yang saat ini entah menghilang tanpa penyelesaian.
Lalu bagaimana dengan kasus dugaan korupsi di Fakultas Hukum Unsrat yang
ditangani oleh penyidik tipikor Polda Sulut yang cakupannya regional. Sampai
saat ini pun masih belum terselesaikan.
2. KPK, Kejaksaan dan Polri harus bekerjasama
Bagi KPK
mendapatkan kepercayaan dari masyarakat mungkin sudah agak bisa didapatkan.
Namun bagi kedua lembaga lainnya yaitu Kejaksaan dan Polri rupanya mereka harus
banting tulang demi mendapatkan kepercayaan masyarakat. Jika mendapatkan
kepercayaan masyarakat saja sudah tidak bisa, bagaimana masyarakat akan percaya
kedua lembaga tersebut ikut andil dalam penanganan korupsi. Yang ada media
malah memberitakan petinggi salah satu kejaksaan di Bandung yang kepincut kasus
korupsi. Seharusnya ketiga lembaga di atas mampu bekerjasama dan mampu
mendapatkan kepercayaan dari masyarakat demi tercapainya pemberantasan korupsi
yang optimal.
3.
Tingkatkan
Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi
Poin ke tiga ini
memang sudah pernah disinggung oleh KPK dalam websitenya (www.kpk.go.id) .
namun saya rasakan pendidikan dan budaya anti korupsi di indonesia masih kurang
terasa realisasinya. Harus ada
peningkatan tentunya. Pengenalan anti korupsi tidak hanya harus
disosialisasikan ole lembaga berwenang, seperti KPK, Kejaksaan dan Polri saja.
Namun ketiga lembaga tersebut harus mampu menjalin koordinasi yang baik dengan
pihak lain, dalam bidang pendidikan salah satunya.
coba font nya dirapihin, brad. biar enak dipandang, ^_^
ReplyDeletenitip jejak dulu ya, nanti kubaca artikelnya. hihi