Mata
saya tertuju pada sosok wanita berbadan dua yang menenteng pengeras suara di
tangan kanannya. Keringat dipipinya tak cukup bersih ia usap dengan tangannya,
masih jelas terlihat basah disana. Suaranya lantang, setiap kata ia barengi
dengan senyum, apalagi saat anak-anak SD bertanya tentang koleksi-koleksi
museum. Ia tampak gembira menyambutnya. Tangan kanannya menunjuk satu persatu
koleksi museum. Sementara tangan kirinya menggenggam alat pengeras suara yang
ia gunakan.
“ini adalah Duta Besar Kerajaan Banten yang dikirim oleh Sultan sebagai duta besar ke Inggris” Jelasnya pada anak-anak berseragam Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama.Wanita dengan gamis coklat dan kerudung hitam itu adalah pemandu di Museum Kepurbakalaan. Ade fitria (28) satu-satunya pemandu wanita di museum Kepurbakalaan Banten Lama. Meski dalam kondisi berbadan dua namun hal ini tak menghalanginya untuk tetap bertugas.
“ini adalah Duta Besar Kerajaan Banten yang dikirim oleh Sultan sebagai duta besar ke Inggris” Jelasnya pada anak-anak berseragam Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama.Wanita dengan gamis coklat dan kerudung hitam itu adalah pemandu di Museum Kepurbakalaan. Ade fitria (28) satu-satunya pemandu wanita di museum Kepurbakalaan Banten Lama. Meski dalam kondisi berbadan dua namun hal ini tak menghalanginya untuk tetap bertugas.
Di
Museum tersebut memang tidak hanya Ade saja yang menjadi pemandu. Total pemandu
ada delapan orang, tujuh orang lainnya adalah laki-laki. Namun ternyata Ade
tetap memilih bertugas meski dalam kondisi hamil. Baginya kewajiban tetap harus
dilaksanakan.
“ini kewajiban Saya, Saya
senang apalagi kalo mandu anak-anak SD dan SMP seperti ini” Ujarnya.
Meskipun pembayaran
pemanduan di museum itu seikhlasnya. Namun Ade sudah menjalani pekerjaannya
selama Lima tahun. Kepiawaiannya menjelaskan satu persatu koleksi-koleksi
Museum membuat saya terkagum.
Ade, begitu ia disapa
memilih bekerja sebagai pemandu Museum ternyata tidak hanya karena gaji semata.
Namun ia terinspirasi oleh sang Ayah yang juga dulu bekerja sebagai pemandu di
Museum. Menurutnya berkutat dengan sejarah itu sangat menyenangkan dan banyak
pengetahuan.
“Tak akan rugi berkunjung
ke Museum. Kenal sejarah, tau masa lalu dan banyak ilmu. Kita hari ini karena
masa lalu” Ujarnya. Seketika saya tersenyum bangga. Wanita lulusan Sarjana
Ekonomi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa ini memang memutuskan menjadi
pemandu Museum daripada menjadi pengajar sejak lima tahun yang lalu.
Ah, saya belum samapai
kepulau Lima. Tapi saya amat bangga dan terkagum dengan banten lama. Benteng
yang membentang, Masjid dengan menara yang menjulang, Museum yang penuh dengan
sejarah Banten yang gemilang, dan tentunya saya diberi kesempatan bertemu
dengan wanita “Purbakala” yang memberikan kenangan dan inspirasi dimasa datang.
0 comments:
Post a Comment